BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Politik dari
bahasa Yunani: “politicos”, yang
berarti dari, untuk, atau yang berkaitan dengan warga Negara. dari
bahasa Inggris politic : bijaksana,
beradab, berakal, yg dipikirkan, polite :
sopan, halus, beradab, sopan santun, terpilih, yg halus budi bahasanya.
Politik juga dapat diartikan sebagai proses
pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang
antara lain berwujud proses pembuatan keputusan,
khususnya dalam Negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara
berbagai definisi yang
berbeda mengenai hakikat politik
yang dikenal dalam ilmu politik.
Politik tidak bisa dilepaskan
dari sebuah Negara. politik dapat berdampak positif dan berdampak negative.
Maka daripada itu pentingnya kita mengetahui sejarah dari pada politik itu
sendiri. Sejarah politik di era orde lama, era orde baru dan era reformasi.
Dengan kita mengetahui sejarah politik di Indonesia. Kita dapat menilai atau
membandingkan politik di masa dahulu dengan masa sekarang.
Rumusan masalah:
1. Bagaimana
keadaan politik di era orde lama (1945 - 1966)
2. Bagaimana
keadaan politik di era orde baru (1966 - 1998)
3. Bagaimana
keadaan politik di era reformasi (1998 - sekarang)
BAB II
ISI
PENGERTIAN
POLITIK
Politik dari
bahasa Yunani: “politicos”, yang
berarti dari, untuk, atau yang berkaitan dengan warga Negara. dari
bahasa Inggris politic : bijaksana,
beradab, berakal, yg dipikirkan, polite :
sopan, halus, beradab, sopan santun, terpilih, yg halus budi bahasanya.
Politik juga dapat diartikan sebagai proses
pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang
antara lain berwujud proses pembuatan keputusan,
khususnya dalam Negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara
berbagai definisi yang
berbeda mengenai hakikat politik
yang dikenal dalam ilmu politik.
Di samping itu politik juga dapat dilihat dari
sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
- politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
- politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
- politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat
- politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
POLITIK DI ERA ORDE
LAMA (1945- 1968)
KONFIGURASI POLITIK ERA ORDE LAMA
Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 mengeluarkan Dekrit Presiden yang isinya pembubaran konstituante, diundangkan dengan resmi dalam Lembaran Negara tahun 1959 No. 75, Berita Negara 1959 No. 69 yang berisi beberapa penetapan- penetapan berikut ini:
Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 mengeluarkan Dekrit Presiden yang isinya pembubaran konstituante, diundangkan dengan resmi dalam Lembaran Negara tahun 1959 No. 75, Berita Negara 1959 No. 69 yang berisi beberapa penetapan- penetapan berikut ini:
a.
berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak
berlakunya lagi UUDS 1950,
b.
pembentukan MPRS dan DPAS. Salah
satu dasar pertimbangan dikeluarkannya
Dekrit Presiden 5 Juli 1959
adalah gagalnya konstituante melaksanakan tugasnya. Pada masa ini Soekarno
memakai sistem DEMOKRASI TERPIMPIN. Tindakan Soekarno mengeluarkan Dekrit pada
tanggal 5 Juli 1959 dipersoalkan keabsahannya dari sudut yuridis
konstitusional, sebab menurut UUDS 1950 Presiden tidak berwenang
“memberlakukan” atau “tidak memberlakukan” sebuah UUD, seperti yang dilakukan
melalui dekrit. Sistem ini yang mengungkapkan struktur, fungsi dan mekanisme,
yang dilaksanakan ini berdasarkan pada sistem “Trial and Error” yang
perwujudannya senantiasa dipengaruhi bahkan diwarnai oleh berbagai paham
politik yang ada serta disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang cepat
berkembang. Sistem “Trial and Error” telah membuahkan sistem multi ideologi dan
multi partai politik yang pada akhirnya melahirkan multi mayoritas, keadaan ini
terus berlangsung hingga pecahnya pemberontakan DI/TII yang berhaluan
theokratisme Islam fundamental (1952-1962) dan kemudian Pemilu 1955 melahirkan
empat partai besar yaitu PNI, NU, Masyumi dan PKI yang secara perlahan terjadi
pergeseran politik ke sistem catur mayoritas. Kenyataan ini berlangsung selama
10 tahun dan terpaksa harus kita bayar tingggi berupa:
(1). Gerakan separatis pada tahun 1957
(2). Konflik ideologi yang tajam yaitu antara Pancasila dan ideologi Islam, sehingga terjadi kemacetan total di bidang Dewan Konstituante pada tahun 1959.
(1). Gerakan separatis pada tahun 1957
(2). Konflik ideologi yang tajam yaitu antara Pancasila dan ideologi Islam, sehingga terjadi kemacetan total di bidang Dewan Konstituante pada tahun 1959.
PARTAI POLITIK DALAM ERA ORDE
LAMA
Orde Lama adalah
sebutan bagi masa pemerintahan Presiden
Soekarno di Indonesia.
Orde Lama berlangsung dari tahun 1945 hingga
1968.
Dalam jangka waktu tersebut, Indonesia menggunakan bergantian sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi komando.
Di saat menggunakan
sistem ekonomi liberal,
Indonesia menggunakan sistem
pemerintahan parlementer. Presiaden Soekarno
di gulingkan waktu Indonesia menggunakan sistem ekonomi
komando.
Pada 18
Agustus 1945 Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melantik Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad
Hatta sebagai Wakil Presiden dengan
menggunakan konstitusi yang dirancang beberapa hari sebelumnya. Kemudian
dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai parlemen sementara
hingga pemilu dapat dilaksanakan. Kelompok ini mendeklarasikan pemerintahan
baru pada 31
Agustus dan
menghendaki Republik Indonesia yang terdiri dari 8 provinsi: Sumatra, Kalimantan (tidak
termasuk wilayah Sabah, Sarawak dan Brunei), Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, Sulawesi, Maluku (termasuk Papua) dan NusaTenggara
Pada masa sesudah kemerdekaan,
Indonesia menganut sistem multi partai yang ditandai dengan hadirnya 25 partai
politik. Hal ini ditandai dengan Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16
Oktober 1945 dan Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945. Menjelang Pemilihan
Umum 1955 yang berdasarkan demokrasi liberal bahwa jumlah parpol meningkat
hingga 29 parpol dan juga terdapat peserta perorangan.
Pada masa
diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sistem kepartaian Indonesia
dilakukan penyederhanaan dengan Penpres No. 7 Tahun 1959 dan Perpres No. 13
Tahun 1960 yang mengatur tentang pengakuan, pengawasan dan pembubaran
partai-partai. Kemudian pada tanggal 14 April 1961 diumumkan hanya 10 partai
yang mendapat pengakuan dari pemerintah, antara lain adalah sebagai berikut:
PNI, NU, PKI, PSII, PARKINDO, Partai Katholik, PERTI MURBA dan PARTINDO. Namun,
setahun sebelumnya pada tanggal 17 Agustus 1960, PSI dan Masyumi dibubarkan.
Dengan berkurangnya jumlah parpol dari 29 parpol menjadi 10 parpol tersebut, hal ini tidak berarti bahwa konflik ideologi dalam masyarakat umum dan dalam kehidupan politik dapat terkurangi. Untuk mengatasi hal ini maka diselenggarakan pertemuan parpol di Bogor pada tanggal 12 Desember 1964 yang menghasilkan "Deklarasi Bogor."
Dengan berkurangnya jumlah parpol dari 29 parpol menjadi 10 parpol tersebut, hal ini tidak berarti bahwa konflik ideologi dalam masyarakat umum dan dalam kehidupan politik dapat terkurangi. Untuk mengatasi hal ini maka diselenggarakan pertemuan parpol di Bogor pada tanggal 12 Desember 1964 yang menghasilkan "Deklarasi Bogor."
POLITIK DI ERA ORDE BARU (1966-
1998)
KONFIGURASI POLITIK ERA ORDE BARU
Peristiwa
yang lazim disebut Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI)
menandai pergantian orde dari Orde Lama ke Orde Baru. Pada tanggal 1 Maret 1966
Presiden Soekarno dituntut untuk menandatangani sebuah surat yang memerintahkan
pada Jenderal Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang perlu untuk
keselamatan negara dan melindungi Soekarno sebagai Presiden. Surat yang
kemudian dikenal dengan sebutan Surat Perintah Sebelas Maret ( SUPERSEMAR ) itu diartikan sebagai media
pemberian wewenang kepada Soeharto secara penuh.
sidang MPRS yang berlangsung pada Juni-Juli 1966. Hasil yang ditetapkan oleh sidang tersebut adalah
sidang MPRS yang berlangsung pada Juni-Juli 1966. Hasil yang ditetapkan oleh sidang tersebut adalah
a.
Mengukuhkan Supersemar dan
melarang PKI berikut ideologinya tubuh dan berkembang di Indonesia.
b.
Menyusul PKI sebagai partai
terlarang, setiap orang yang pernah terlibat dalam aktivitas PKI ditahan.
Sebagian diadili dan dieksekusi, sebagian besar lainnya diasingkan ke pulau
Buru.
Pada masa Orde Baru pula
pemerintahan menekankan stabilitas nasional dalam program politiknya dan untuk
mencapai stabilitas nasional terlebih dahulu diawali dengan apa yang disebut
dengan konsensus nasional. Ada dua macam konsensus nasional, yaitu :
1. Pertama berwujud kebulatan tekad pemerintah dan masyarakat untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Konsensus pertama ini disebut juga dengan konsensus utama.
2. Sedangkan konsensus kedua adalah konsensus mengenai cara-cara melaksanakan konsensus utama. Artinya, konsensus kedua lahir sebagai lanjutan dari konsensus utama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Konsensus kedua lahir antara pemerintah dan partai-partai politik dan masyarakat.
1. Pertama berwujud kebulatan tekad pemerintah dan masyarakat untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Konsensus pertama ini disebut juga dengan konsensus utama.
2. Sedangkan konsensus kedua adalah konsensus mengenai cara-cara melaksanakan konsensus utama. Artinya, konsensus kedua lahir sebagai lanjutan dari konsensus utama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Konsensus kedua lahir antara pemerintah dan partai-partai politik dan masyarakat.
PARTAI POLITIK DALAM ERA ORDE BARU
Dalam masa Orde Baru yang ditandai dengan dibubarkannya PKI pada tanggal 12 Maret 1966 maka dimulai suatu usaha pembinaan terhadap partai-partai politik. Pada tanggal 20 Pebruari 1968 sebagai langkah peleburan dan penggabungan ormas-ormas Islam yang sudah ada tetapi belum tersalurkan aspirasinya maka didirikannyalah Partai Muslimin Indonesia (PARMUSI) dengan massa pendukung dari Muhammadiyah, HMI, PII, Al Wasliyah, HSBI, Gasbindo, PUI dan IPM.
Selanjutnya pada tanggal 9 Maret 1970, terjadi pengelompokan partai dengan terbentuknya Kelompok Demokrasi Pembangunan yang terdiri dari PNI, Partai Katholik, Parkindo, IPKI dan Murba. Kemudian tanggal 13 Maret 1970 terbentuk kelompok Persatuan Pembangunan yang terdiri atas NU, PARMUSI, PSII, dan Perti. Serta ada suatu kelompok fungsional yang dimasukkan dalam salah satu kelompok tersendiri yang kemudian disebut Golongan Karya. Dengan adanya pembinaan terhadap parpol-parpol dalam masa Orde Baru maka terjadilah perampingan parpol sebagai wadah aspirasi warga masyarakat kala itu, sehingga pada akhirnya dalam Pemilihan Umum 1977 terdapat 3 kontestan, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) serta satu Golongan Karya.
Hingga Pemilihan Umum 1977, pada masa ini peserta pemilu hanya terdiri sebagaimana disebutkan diatas, yakni 2 parpol dan 1 Golkar. Dan selama masa pemerintahan Orde Baru, Golkar selalu memenangkan Pemilu. Hal ini mengingat Golkar dijadikan mesin politik oleh penguasa saat itu.
Dalam masa Orde Baru yang ditandai dengan dibubarkannya PKI pada tanggal 12 Maret 1966 maka dimulai suatu usaha pembinaan terhadap partai-partai politik. Pada tanggal 20 Pebruari 1968 sebagai langkah peleburan dan penggabungan ormas-ormas Islam yang sudah ada tetapi belum tersalurkan aspirasinya maka didirikannyalah Partai Muslimin Indonesia (PARMUSI) dengan massa pendukung dari Muhammadiyah, HMI, PII, Al Wasliyah, HSBI, Gasbindo, PUI dan IPM.
Selanjutnya pada tanggal 9 Maret 1970, terjadi pengelompokan partai dengan terbentuknya Kelompok Demokrasi Pembangunan yang terdiri dari PNI, Partai Katholik, Parkindo, IPKI dan Murba. Kemudian tanggal 13 Maret 1970 terbentuk kelompok Persatuan Pembangunan yang terdiri atas NU, PARMUSI, PSII, dan Perti. Serta ada suatu kelompok fungsional yang dimasukkan dalam salah satu kelompok tersendiri yang kemudian disebut Golongan Karya. Dengan adanya pembinaan terhadap parpol-parpol dalam masa Orde Baru maka terjadilah perampingan parpol sebagai wadah aspirasi warga masyarakat kala itu, sehingga pada akhirnya dalam Pemilihan Umum 1977 terdapat 3 kontestan, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) serta satu Golongan Karya.
Hingga Pemilihan Umum 1977, pada masa ini peserta pemilu hanya terdiri sebagaimana disebutkan diatas, yakni 2 parpol dan 1 Golkar. Dan selama masa pemerintahan Orde Baru, Golkar selalu memenangkan Pemilu. Hal ini mengingat Golkar dijadikan mesin politik oleh penguasa saat itu.
POLITIK DI ERA REFORMASI (1998-
sekarang)
Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada
tahun 1998 dapat dikatakan
sebagai tanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan “Era Reformasi“.Masih adanya tokoh-tokoh penting pada
masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini sering membuat
beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih belum berakhir. Oleh karena itu
Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai “Era Pasca Orde Baru”.
Berakhirnya
rezim Orde Baru, telah membuka peluang guna menata kehidupan demokrasi.
Reformasi politik, ekonomi dan hukum merupakan agenda yang tidak bisa ditunda.
Demokrasi menuntut lebih dari sekedar pemilu. Demokrasi yang mumpuni harus
dibangun melalui struktur politik dan kelembagaan demokrasi yang sehat. Namun
nampaknya tuntutan reformasi politik, telah menempatkan pelaksanan pemilu
menjadi agenda pertama. Pemilu pertama di masa reformasi hampir sama dengan
pemilu pertama tahun 1955 diwarnai dengan kejutan dan keprihatinan. Pertama,
kegagalan partai-partai Islam meraih suara siginifikan. Kedua, menurunnya
perolehan suara Golkar. Ketiga, kenaikan perolehan suara PDI P. Keempat,
kegagalan PAN, yang dianggap paling reformis, ternyata hanya menduduki urutan
kelima. Kekalahan PAN, mengingatkan pada kekalahan yang dialami Partai
Sosialis, pada pemilu 1955, diprediksi akan memperoleh suara signifikan namun
lain nyatanya.
Pemerintahan
B.J Habibie
Sidang Istimewa MPR yang mengukuhkan Habibie sebagai Presiden, ditentang oleh
gelombang demonstrasi dari puluhan ribu mahasiswa dan rakyat di Jakarta dan di
kota-kota lain. Gelombang demonstrasi ini memuncak dalam peristiwa Tragedi Semanggi,
yang menewaskan 18 orang. Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan dimulainya
kerjasama dengan Dana Moneter Internasional untuk membantu
dalam proses pemulihan ekonomi. Selain itu, Habibie juga melonggarkan
pengawasan terhadap media
massa dan kebebasan berekspresi.
Presiden BJ Habibie mengambil prakarsa untuk melakukan koreksi. Sejumlah
tahanan politik dilepaskan. Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar Pakpahan dibebaskan, tiga
hari setelah Habibie menjabat. Tahanan politik dibebaskan secara bergelombang.
Beberapa langkah perubahan diambil oleh BJ
Habibie adalah sebagai berikut:
a.
liberalisasi parpol
b.
pemberian kebebasan pers
c.
kebebasan berpendapat dan
d.
pencabutan UU Subversi.
Walaupun begitu Habibie juga sempat
tergoda meloloskan UU Penanggulangan Keadaan
Bahaya, namun urung dilakukan karena besarnya tekanan
politik dan kejadian Tragedi Semanggi II yang menewaskan mahasiswa UI, Yun Hap.
Kejadian Penting Dalam Masa Pemerintahan
Habibie
Kejadian tersebut adalah keputusannya
untuk mengizinkan Timor
Timur untuk
mengadakan referendum yang berakhir
dengan berpisahnya wilayah tersebut dari Indonesia pada Oktober 1999.
Keputusan tersebut terbukti tidak populer di mata masyarakat sehingga hingga
kini pun masa pemerintahan Habibie sering dianggap sebagai salah satu masa
kelam dalam sejarah
Indonesia.
Walaupun pengesahan hasil Pemilu 1999 sempat tertunda, secara umum proses
pemilu multi partai pertama di era reformasi jauh lebih Langsung, Umum, Bebas
dan Rahasia (Luber) serta adil dan jujur dibanding masa Orde Baru. Hampir tidak
ada indikator siginifikan yang menunjukkan bahwa rakyat menolak hasil pemilu
yang berlangsung dengan aman. Realitas ini menunjukkan, bahwa yang tidak mau
menerima kekalahan, hanyalah mereka yang tidak siap berdemokrasi, dan ini hanya
diungkapkan oleh sebagian elite politik, bukan rakyat.
Pemerintahan
Abdurahman Wahid.
Pemilu untuk MPR, DPR, dan DPRD diadakan pada 7 Juni 1999.PDI Perjuangan pimpinan
putri Soekarno, Megawati
Sukarnoputrikeluar menjadi pemenang pada pemilu
parlemen dengan mendapatkan 34% dari seluruh suara; Golkar (partai Soeharto
– sebelumnya selalu menjadi pemenang pemilu-pemilu sebelumnya) memperoleh 22%;Partai Persatuan Pembangunan pimpinan Hamzah Haz 12%; Partai Kebangkitan Bangsa pimpinan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) 10%.
Pada Oktober 1999, MPR
melantik Abdurrahman Wahid sebagai presiden dan Megawati sebagai wakil presiden
untuk masa bakti 5 tahun. Wahid membentuk kabinet pertamanya, Kabinet Persatuan Nasional pada awal
November 1999 dan melakukan reshuffle kabinetnya pada Agustus 2000.
Pemerintahan Presiden Wahid meneruskan proses demokratisasi dan perkembangan
ekonomi di bawah situasi yang menantang. Di samping ketidakpastian ekonomi yang
terus berlanjut, pemerintahannya juga menghadapi konflik antar etnis dan antar
agama, terutama di Aceh, Maluku, dan Papua. Di Timor Barat,
masalah yang ditimbulkan rakyat Timor Timur yang tidak mempunyai tempat tinggal
dan kekacauan yang dilakukan para militan Timor Timur pro-Indonesia
mengakibatkan masalah-masalah kemanusiaan dan sosial yang besar. MPR yang
semakin memberikan tekanan menantang kebijakan-kebijakan Presiden Wahid,
menyebabkan perdebatan politik yang meluap-luap.
Pemerintahan
Megawati soekarno putri
Pada Sidang Umum MPR pertama pada Agustus 2000, Presiden Wahid memberikan laporan
pertanggung jawabannya. Pada 29 Januari2001,
ribuan demonstran menyerbu MPR dan meminta Presiden agar mengundurkan diri
dengan alasan keterlibatannya dalam skandal korupsi. Di bawah tekanan dari MPR
untuk memperbaiki manajemen dan koordinasi di dalam pemerintahannya, dia
mengedarkan keputusan presiden yang memberikan kekuasaan negara sehari-hari
kepada wakil presiden Megawati. Megawati mengambil alih jabatan presiden tak
lama kemudian.
Pemerintahan
Susilo Bambang Yudoyono
Pemilu 2004, merupakan pemilu kedua dengan dua agenda, pertama memilih anggota
legislatif dan kedua memilih presiden. Untuk agenda pertama terjadi kejutan,
yakni naiknya kembali suara Golkar, turunan perolehan suara PDI-P, tidak
beranjaknya perolehan yang signifikan partai Islam dan munculnya Partai
Demokrat yang melewati PAN. Dalam pemilihan presiden yang diikuti lima kandidat
(Susilo Bambang Yudhoyono, Megawati Soekarno Putri, Wiranto, Amin Rais dan
Hamzah Haz), berlangsung dalam dua putaran, telah menempatkan pasangan SBY dan
JK, dengan meraih 60,95 persen.Susilo Bambang Yudhoyono tampil sebagai
presiden baru Indonesia. Pemerintah baru ini pada awal masa kerjanya telah
menerima berbagai cobaan dan tantangan besar, seperti gempa bumi besar di Aceh dan Nias pada Desember
2004 yang meluluh lantakkan sebagian dari Aceh serta gempa bumi lain pada awal 2005 yang mengguncang
Sumatra.
Pada 17 Juli 2005,
sebuah kesepakatan bersejarah berhasil dicapai antara pemerintah Indonesia
dengan Gerakan
Aceh Merdeka yang
bertujuan mengakhiri konflik berkepanjangan selama 30 tahun di wilayah Aceh.
Atas prestasi SBY yang di tanam sejak tahun 2004 telah mengantar beliau naik
kembali duduk di kursi presiden dengan pasanganya pak Budiono pada pemilu tahun
2009, kinerja mereka pun belum dapat dirasakan dengan maksimal.
BAB III
KESIMPULAN
Politik juga dapat diartikan sebagai proses
pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang
antara lain berwujud proses pembuatan keputusan,
khususnya dalam Negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara
berbagai definisi yang
berbeda mengenai hakikat politik
yang dikenal dalam ilmu politik.
Sistem
presidensial tidak mengenal adanya lembaga pemegang supremasi tertinggi.
Kedaulatan negara dipisahkan (separation of power) menjadi tiga cabang
kekuasaan, yakni legislatif, eksekutif, dan yudikatif, yang secara ideal
diformulasikan sebagai ”Trias Politica” oleh Montesquieu. Presiden dan wakil presiden
dipilih langsung oleh rakyat untuk masa kerja yang lamanya ditentukan
konstitusi. Konsentrasi kekuasaan ada pada presiden sebagai kepala negara dan
kepala pemerintahan. Dalam sistem presidensial para menteri adalah pembantu
presiden yang diangkat dan bertanggung jawab kepada presiden.
DAFTAR RUJUKAN